Sabtu, 09 Juli 2011

Mufti Mekah Kunjungi Pondok Pesantren Wali Barokah

Syech Dr Abdullah Nasri Yahya Al Asiri,
dosen sekaligus Mufti di Ma’had Haram Mekah, (7/04/2011)
lalu mengunjungi Pondok Pesantren Wali Barokah di Kediri.

Kunjungan di pondok pesntren itu, untuk mempererat silaturahim,

antara Syech Dr Abdullah Nasri dan murid-muridnya yang berasal dari Pesantren Wali Barokah Burengan Kediri.

Ini penghormatan besar bagi Pondok Pesantren Walibarokah dan LDII.

Tak biasanya guru mengunjungi murid-muridnya sekaligus memberi tausiyah kepada para santri yang dididik para muridnya itu.

Syech Abdullah Nasri juga mengunjungi beberapa tempat lainnya,
semisal kantor DPW LDII di Surabaya,
Jawa Timur dan kantor DPP LDII di Senayan, Jakarta.

Pada Jumat Subuh (08/04/2011), dalam kuliah umumnya di hadapan ribuan santri, Syech Abdullah Nasri menekankan pentingnya mencari ilmu dan beramal.
Dunia memang sedang bermasalah dengan moralitas.

Ketika ilmu pengetahuan dan teknologi dibangga- banggakan, sementara ilmu agama ditinggalkan, umat manusia mengalami kemerosotan moral sekaligus peradaban.

Agar selamat dunia dan akhirat, umat Islam supaya terus mencari ilmu agama dan mengamalkannya.
Namun, mencari ilmu agama tak semudah mencai ilmu duniawi.
Perlu kesabaran dan ketekunan.

Untuk itu Syech Abdullah Nasri berpesan, hal yang pertama dilakukan dalam mencari ilmu adalah ikhlas, semata-mata karena Allah, mengharap pahala dari Allah.


“Mencari ilmu tidak untuk pamer, untuk sombong, atau beradu kepintaran, hanya semata- mata mencari ridho dan pahala
dari Allah,” ujar Syech Abdullah Nasri.


Kedua, ilmu itu harus diamalkan, karena ilmu tanpa diamalkan akan menjadi hujjah bagi Alloh untuk menyiksa pencari ilmu tersebut.

Selanjutnya sabar, sebab mencari ilmu agama itu butuh proses yang menuntut kesabaran.

Rasa jenuh atau kesulitan-kesulitan lain harus dihadapi dengan kesabaran.

Yang keempat, taqwallah.
Bertaqwa kepada Allah berdasarkan dalil wattaqulloh wa yu’allimukumulloh, “Bertaqwalah kepada Allah dan Allah akan mengajari kamu sekalian,” ujar Syech Abdullah Nasri.

Menurutnya dengan bertaqwa kepada Allah, maka Allah akan memberi ilmu kepada kalian semua.


Syech Dr. Abdullah Nasri Yahya Al Asiri, menamatkan S1 dan S2 di Universitas Umul Quro di Mekah.
Lalu S3 diselesaikan di Universitas Islam Madinah.
Kecintaannya terhadap Islam membuatnya mengambil jurusan Ushul Fiqih, mulai dari tingkat sarjana hingga doktoral.


Syech Abdullah Nasri menjadi guru di Ma’had Haram sekaligus sebagai mufti di Ma’had Haram di Mekah.


Syech Abdullah Nasri satu institusi dengan Syech Abdurrahman Sudais, salah satu imam dan mufti di Masjidil Haram –yang kebetulan memiliki hubungan saudara dengan istri Syech Abdullah Nasri.

Bahkan bila Syech Abdurrahman Sudais tidak bisa menghadiri berbagai undangan dakwah ke luar negeri,
Syech Abdullah Nasri yang ditunjuk menggantikannya.


Kedatangan Syech Abdullah Nasri ke Indonesia dalam rangka liburan yang dimanfaatkan untuk berdakwah, dan mengunjungi murid-murid yang dulu pernah belajar kepadanya di Ma’had Haram.

“Maka kami manfaatkan sekalian untuk tausiah dan mengajar ilmu- ilmu yang terkait dengan ushul fiqih,” ujar Chriswanto Santoso,
Ketua DPW LDII Jawa Timur sekaligus Ketua DPP LDII. (gB-LC)




Artikel Ini Dicari Dengan
Keyword:
■mufti mekah
■LDII kunjungan mufthi mekah
■syaikh abdulloh nasri burengan
■Syeikh DR Abdulloh Nasri Yahya Al Asyiri
■Syekh Abdullah Nasri
■tanggapan syek mekah di ldii kediri
■fhoto syaih abdulloh nasri
■ldii org
■Abdullah Nasri Yahya Al Asyiri
■mahad wali barokah
■Syaikh Abdullah Nasri
■dr Abdullah nasri yahya
■mufti mekah ke kediri you tobe
■guru pesantren wali barokah
■syaikh mengunjungi ldii
■syaikh kunjungi tempat ldii islam jamaah
■pusat ldii
■syaikh Abdullah nasri ke pondok ldii kediri-youtube
■ponpe wali barokah
ponpes di makkah
santri kediri yg ada di makkah
syaikh Abdullah nasri ke pondok ldii kediri
profil Syekh Abdullah Nasri
syaikh nasri
youtube syech abdullah nasri
youtube abdullah nasri
www syeikh mekah
Www pondokldiikediri com
universitas Wali Barokah
tausiyah tentang pentingnya ilmu dunia dan akhirat
syekh yahya pondok ldii kediri
syekh abdulloh assiri ulama mekkah
syekh abdullah assiri
syeh yahya kediri
syeh abdualla anasiri mengunjungi pondok ldii
Syech Dr Abdullah Nasri Yahya Al Asiri ke Indonesia
syech abdullah asyiri
pondok pesantren mekkah
Pondok pesantren makah
LDII MEKAH
Abdullah Nasri Yahya Al Asiri youtube
ldii di mekah
LDII di masjidil haram
ldii dan ummul qura makkah
kunjungan syaikh ldii
kunjungan mufti mekkah ke ldii
kunjungan mufti makah POMPES WALIBAROKAH
imam mufti mekah di indonesia
ilmu memang harus diamalkan
dr abdullah asiri di ponpes wali barokah
abdulloh nasri
ldii mekkah
ldii mufti 0 LOGO PONDOK WALIBAROKAH
pondok ldii kediri youtube
podok di mekah
nuansapersada ldii juni 2011 kunjungan ulama mekah
muftimekah
mufti mekkah
mufti mekah ke indonesia
mufti mekah burengan youtube
mufti ldii
mufti kunjungi
mengapa islam mengalami kemerosotan ilmu
pengetahuan
mempererat hubungan silaturahmi antara mahad
mahad masjidil haram
Abdullah Nasri Yahya pondok ldii kediri

Di petik Dari :
www.walibarokah.org/mufti-mekah-kunjungi-pondok-pesantren-walibarokah/

Sejarah "Hitam" Kaum Wahabi

Oleh: MN Harisudin Sejarah NU adalah sejarah
perlawanan terhadap kaum
Wahabi. Seperti dituturkan KH
Abd. Muchith Muzadi, sang
Begawan NU dalam kuliah
Nahdlatulogi di Ma' had Aly Situbondo dua bulan yang
silam, jam'iyyah Nahdlatul
Ulama didirikan atas dasar
perlawanan terhadap dua
kutub ekstrem pemahaman
agama dalam Islam. Yaitu: kubu ekstrem kanan yang
diwakili kaum Wahabi di
Saudi Arabia dan ekstrem kiri
yang sekuler dan diwakili
oleh Kemal Attartuk di Turki,
saat itu. Tidak mengherankan jika kelahiran Nahdlatul
Ulama di tahun 1926 M
sejatinya merupakan simbol
perlawanan terhadap dua
kutub ekstrem tersebut. Hanya saja, kali ini, karena
keterbatasan space, saya akan
membatasi tulisan ini pada
bahasan kutub ekstrem yang
pertama, Wahabi. Pun bahwa
saya akan membatasi pembahasan Wahabi secara
khusus pada sejarah
kelamnya di masa lampau,
belum pada doktrin-doktrin,
tokoh-tokohnya atau juga
yang lainnya. Saya berharap bahwa fakta sejarah ini akan
dapat kita gunakan untuk
memprediksi kehidupan sosial
keagamaan kita di masa-masa
yang akan datang. Karena
bagaimanapun juga, apa yang dilakukan oleh kaum Wahabi
saat itu merupakan goresan
noda hitam. Goresan noda
hitam inilah yang kini
mengubah wajah Islam yang
sejatinya pro damai menjadi sangat keras dan mengubah
Islam yang semula ramah
menjadi penuh amarah. *** Sebagaimana dimaklumi,
kaum Wahabi adalah sebuah
sekte Islam yang kaku dan
keras serta menjadi pengikut
Muhammad Ibn Abdul Wahab.
Ayahnya, Abdul Wahab, adalah seorang hakim Uyainah
pengikut Ahmad Ibn Hanbal.
Ibnu Abd Wahab sendiri lahir
pada tahun 1703 M/1115 H di
Uyainah, masuk daerah Najd
yang menjadi belahan Timur kerajaan Saudi Arabia
sekarang. Dalam perjalanan
sejarahnya, Abdul Wahab,
sang ayah harus
diberhentikan dari jabatan
hakim dan dikeluarkan dari Uyainah pada tahun 1726
M/1139 H karena ulah sang
anak yang aneh dan
membahayakan tersebut.
Kakak kandungnya, Sulaiman
bin Abd Wahab mengkritik dan menolak secara panjang
lebar tentang pemikiran adik
kandungnya tersebut (as-
sawaiq al-ilahiyah fi ar-rad al-
wahabiyah). (Abdurrahman
Wahid: Ilusi Negara Islam, 2009, hlm. 62) Pemikiran Wahabi yang keras
dan kaku ini dipicu oleh
pemahaman keagamaan yang
mengacu bunyi harfiah teks
al-Qur'an maupun al-Hadits. Ini
yang menjadikan Wahabi menjadi sangat anti-tradisi,
menolak tahlil, maulid Nabi
Saw, barzanji, manaqib, dan
sebagainya. Pemahaman yang
literer ala Wahabi pada
akhirnya mengeklusi dan memandang orang-orang di
luar Wahabi sebagai orang
kafir dan keluar dari Islam.
Dus, orang Wahabi merasa
dirinya sebagai orang yang
paling benar, paling muslim, paling saleh, paling mukmin
dan juga paling selamat.
Mereka lupa bahwa
keselamatan yang sejati tidak
ditunjukkan dengan klaim-
klaim Wahabi tersebut, melainkan dengan cara
beragama yang ikhlas, tulus
dan tunduk sepenuhnya pada
Allah Swt. Namun, ironisnya pemahaman
keagamaan Wahabi ini
ditopang oleh kekuasaan Ibnu
Saud yang saat itu menjadi
penguasa Najd. Ibnu Saud
sendiri adalah seorang politikus yang cerdas yang
hanya memanfaatkan
dukungan Wahabi, demi
untuk meraih kepentingan
politiknya belaka. Ibnu Saud
misalnya meminta kompensasi jaminan Ibnu
Abdul Wahab agar tidak
mengganggu kebiasaannya
mengumpulkan upeti tahunan
dari penduduk Dir'iyyah.
Koalisipun dibangun secara permanen untuk meneguhkan
keduanya. Jika sebelum
bergabung dengan kekuasaan,
Ibnu Abdul Wahab telah
melakukan kekerasan dengan
membid'ahkan dan mengkafirkan orang di luar
mereka, maka ketika
kekuasaan Ibnu Saud
menopangnya, Ibnu Abdul
Wahab sontak melakukan
kekerasan untuk menghabisi orang-orang yang tidak
sepaham dengan mereka. Pada tahun 1746 M/1159 H,
koalisi Ibnu Abdul Wahab dan
Ibnu Saud memproklamirkan
jihad melawan siapapun yang
berbeda pemahaman tauhid
dengan mereka. Mereka tak segan-segan menyerang yang
tidak sepaham dengan
tuduhan syirik, murtad dan
kafir. Setiap muslim yang
tidak sepaham dengan
mereka dianggap murtad, yang oleh karenanya, boleh
dan bahkan wajib diperangi.
Sementara, predikat muslim
menurut Wahabi, hanya
merujuk secara eklusif pada
pengikut Wahabi, sebagaimana dijelaskan dalam
kitab Unwan al-Majd fi Tarikh
an-Najd. Tahun 1802 M /1217 H,
Wahabi menyerang Karbala
dan membunuh mayoritas
penduduknya yang mereka temui baik di pasar maupun di
rumah, termasuk anak-anak
dan wanita. Tak lama kemudian, yaitu
tahun 1805 M/1220 H, Wahabi
merebut kota Madinah. Satu
tahun berikutnya, Wahabi
pun menguasai kota Mekah. Di
dua kota ini, Wahabi mendudukinya selama enam
tahun setengah. Para ulama
dipaksa sumpah setia dalam
todongan senjata.
Pembantaian demi
pembantaian pun dimulai. Wahabi pun melakukan
penghancuran besar-besaran
terhadap bangunan bersejarah
dan pekuburan, pembakaran
buku-buku selain al-Qur'an
dan al-Hadits, pembacaan puisi Barzanji, pembacaan beberapa
mau'idzah hasanah sebelum
khutbah Jumat, larangan
memiliki rokok dan
menghisapnya bahkan sempat
mengharamkan kopi. Tercatat dalam sejarah,
Wahabi selalu menggunakan
jalan kekerasan baik secara
doktrinal, kultural maupun
sosial. Misalnya, dalam
penaklukan jazirah Arab hingga tahun 1920-an, lebih
dari 400 ribu umat Islam telah
dibunuh dan dieksekusi secara
publik, termasuk anak-anak
dan wanita. (Hamid Algar:
Wahabism, A Critical Essay, hlm. 42). Ketika berkuasa di
Hijaz, Wahabi menyembelih
Syaikh Abdullah Zawawi,
guru para ulama Madzhab
Syafii, meskipun umur beliau
sudah sembilan puluh tahun. (M. Idrus Romli: Buku Pintar
Berdebat dengan Wahabi,
2010, hlm. 27). Di samping itu,
kekayaan dan para wanita di
daerah yang ditaklukkan
Wahabi, acapkali juga dibawa mereka sebagai harta
rampasan perang. Di sini, setidaknya kita melihat
dua hal tipologi Wahabi yang
senantiasa memaksakan
kehendak pemikirannya.
Pertama, ketika belum
memiliki kekuatan fisik dan militer, Wahabi melakukan
kekerasan secara doktrinal,
intelektual dan psikologis
dengan menyerang siapapun
yang berbeda dengan mereka
sebagai murtad, musyrik dan kafir. Kedua, setelah mereka
memiliki kekuatan fisik dan
militer, tuduhan-tuduhan
tersebut dilanjutkan dengan
kekerasan fisik dengan cara
amputasi, pemukulan dan bahkan pembunuhan.
Ironisnya, Wahabi ini
menyebut yang apa yang
dilakukannya sebagai
dakwah dan amar maruf nahi
mungkar yang menjadi intisari ajaran Islam. *** Membanjirnya buku-buku
Wahabi di Toko Buku
Gramedia, Toga Mas, dan
sebagainya akhir-akhir ini,
hemat saya, adalah
merupakan teror dan jalan kekerasan yang ditempuh
kaum Wahabi secara
doktrinal, intelektual dan
sekaligus psikologis terhadap
umat Islam di Indonesia.
Wahabi Indonesia yang merasa masih lemah saat ini
menilai bahwa cara efektif
yang bisa dilakukan adalah
dengan membid'ahkan,
memurtadkan,
memusyrikkan dan mengkafirkan orang yang
berada di luar mereka. Jumlah
mereka yang minoritas hanya
memungkinkan mereka
untuk melakukan jalan
tersebut di tengah-tengah kran demokrasi yang dibuka
lebar-lebar untuk mereka. Saya yakin seyakin-yakinnya
jika suatu saat nanti kaum
Wahabi di negeri ini memiliki
kekuasaan yang berlebih dan
kekuatan militer di negeri ini,
mereka akan menggunakan cara-cara kekerasan dengan
pembantaian dan
pembunuhan terhadap sesama
muslim yang tidak satu
paham dengan mereka. Jika
wong NU, jam'iyyah Nahdlatul Ulama, dan ormas
lain yang satu barisan dengan
keislaman yang moderat dan
rahmatan lil alamien tidak
mampu membentenginya,
saya membayangkan Indonesia yang kelak
menjadi Arab Saudi jilid
kedua. Saya tidak dapat
membayangkan betapa
mirisnya jika para kiai dan
ulama kita kelak akan menjadi korban pembantaian
kaum Wahabi, terutama
ketika mereka sedang
berkuasa di negeri ini.
Naudzubillah wa naudzubilah
min dzalik. Wallahualam. ** * Wakil Sekretaris PCNU
Jember, Wakil Sekretaris
Yayasan Pendidikan Nahdaltul
Ulama Jember, PW Lajnah Talif
wa an-Nasyr NU Jawa Timur
dan kini menjabat sebagai Deputi Direktur Salsabila
Group.