Jumat, 12 Oktober 2012

Sekilas Info Buat Jokam mengenai Kepahaman Salafi yang menyesatkan.

Akhir2 ini marak di FB dan dunia maya mrk pengikuit salafi berkomentar untk menjatuhkan para Jokam, disini saya akan informsikan darimana mrk dapat kepahaman salafi ini.
Guru Besar mrk Bernama Syaikh Muhammad Nashiruddin AL Bani dari NEgara Albania lahir tahun 1914 - 1999 Beliau ini yang mengajarkan kepahaman salafi, Beliau ini a

dalah seorang ahli refarasi Jam terkenal di Suriah dan Beliau senang mempelajari Hadist2 dan kitab2 karangan secara ottodidak/belajar sendiri mengenai Islam di Perpustakaan.
Jadi Beliau mempelajari Hadist2 dgn cara belajar sendiri tanpa berguru dgn Ahli Hadist dan tidak mangkul dan tdk bersanad sampai2 Beliau mensejajarkan dirinya dengan Bukhori dan Muslim perawi Hadist dan malah juga menyalahkan Hadist Himpunan Bukhori dan Muslim dan juga melemahkan Hadist2 sohih yg diperawikan oleh Bukhori dan muslim dan dia menerbitkan Hadist2 yang bertentangan dgn Hadis2 yang ada di Bukhori dan Muslim itu yang entah dari mana asalnya Hadist itu.

Jadi jelas sekali bahwa AL Bani ini mempelajari Hadist2 dgn cara yang tdk mangkul dan tdk bersanad yang mana tdk akan sah Ilmunya walaupun Benar itu hadist2 sohih Ilmunya Mardud.

Beda dgn KH. Nurhasan beliau mempelajari Hadist dgn cara berguru dgn Ahli2 Hadist dan bersanad sampai khatam 49 Hadist.

Jadi Para Jokam semua supaya jgn terpengaruh dgn ajakan2 org salafi ini, yang jelas menyesatkan ini. Alhamdulillah Jaza Kummullahukhoiro, mudah2an Allah paring Barokah.

Kamis, 04 Oktober 2012

BAHAYANYA MEMAHAMI AL QUR AN DAN HADIS TAMPA MANGKUL ( TANPA PERPINDAHAN ILMU DARI SANG GURU YANG BERSANAD YG BERSAMBUNG )

Puji sukur kehadirat allah swt yang telah memberikan hidayahnya dan solawat serta salam semoga tercurahkan pada junjungan nabi besar muhammad saw dan keluarganya serta para sohabatnya. srehingga dengan berkat kekuatan allah swt sehingga tersusunlah penjelasan ilmu mangkul, musnad ,muttasil ,dan rok’yu
 contoh soleh berguru ke pada mumamad, lalu soleh membawa bukti nama sanad bernamaMuhammad yang di jadikan sandaran dalam menerangkan atau menafsirkan ilmunya, jadi dia menerangkan apa-apa hanya dari keterangan sanadya yaitu dari keterangan grunya yaituMuhammad, tampa menambahi dan mengurangi dari keterangan atau tafsirannya ilmunya dariMuhammad. Kemudian datang seorang bernama omar berguru pada soleh ,lalu omar pulang mengajarkan ilmunya dengan membawa bukti sanad yaitu dua sanad bernama soleh-Muhammad,yang di jadikan sandaran dalam menerangkan ilmunya oleh omar. masa demi masa datang seorang bernama lail lalu lail berguru pada omar lulu lail menerangkannya ilmunya berdasarkan sandarannya pada omar dan membawa bukti sanad sanadnya tentu yang brnama omar- soleh- Muhammad,jadi lail mendapatkan tiga sanad, kemudian datang pada lail seseorang bernama elal lalu elal pulang menerangkan ilmunya brdasarkan dari lail, dengan bukti nama sanadnya bernama lail-omar- soleh-Muhammad. demi masa lalu datang lagi seorang bernama hamid pada elal sebagai murid, kemudian pulang hamid mengajarkan ilmunya berdasarkan dari elal dengan bukti membawa sanad sanadnya bernama elal-lail-omar- soleh-Muhammad, Dan jika ada yang datang lagi seorang lalu berguru pada hamid tentu hamih dijadikan guru yang yang namanya tentu di cantumkan sebagai sanad dengan nomer urut ke satu hamid hingga nomer enam yaitu Muhammad, yaitu deretannya sanad yaiyu hamid-elal- lail-omar- soleh-Muhammad .dan jika ada yang datang lagi mencari ilmu akan terjadi begitu seterusnya. Inilah penjabaran yang di maksud ilmu mangkul musnad muttasil. Yang pada intinya murid menafsirkannya bersandaran pada sanad-sanad / tidak berani menyampekan apa-apa ilmuya yang tidak didapat dari sang guru, bahkan tidak berani menambahi atau mengurangi apa-apa yang telah diamanatkan dari sang guru, sehingga agama tetap terjaga kemurnia’annya dan terhindar dari ilmu yang bid’ah alias hasil rok’yunya sendiri/angan-anganya/ prasagka sendiri alias tampa berguru.adapun yang di sebut rok’ yu kebanyakan para ulama menyebut sbb;
 mayoritas ulama ahli ilmi mengatakan rok `yu adalah berbicara/menafsirkan dalam hukum syari`at agama dengan anggapan dan prasangka.
(LIHAT DALAM JAMI BAYAN ILMI WAFADHILIHI:2/1052/1054).

para sahabat dan para tabi’in juga menggunakan ilmu manqul musnad mutasil yg bersanad.
Periwayatan secara bersanad diteruskan kerana ia adalah satu kemuliaan dan keistimewaan yang dapat dilihat dari sudut-sudut berikut;
1. merupakan pertalian yang bersambung-sambung sampai kepada Rasulullah SAW (وكفى في الاتصال بالحبيب شرفاً) .
2. merupakan iqtida’ (tauladan) terhadap para salafus-soleh dalam tradisi belajar dan mengajar (إنّ التشبه بالكرام فلاح).
3. merupakan satu jati diri dan ikatan ilmu yang hanya dimiliki oleh umat Islam, maka ia adalah satu kebanggaan buat mereka (الإسناد من الدين).
4. merupakan satu usaha berterusan memelihara persambungan sanad hingga ke hari kiamat (إن الأسانيد أنساب الكتب).
5. merupakan satu rahmat dan barakah (عند ذكر الصالحين تنزل الرحمة).
kata-kata Ibn al-Salah (m. 643H) “Ketahuilah, bahawa periwayatan dengan isnad-isnad yang bersambung bukanlah maksud daripadanya pada zaman kita ini dan juga zaman-zaman sebelumnya bagi mensabitkan apa yang diriwayatkan, kerana tidak sunyi satu isnad pun daripadanya dari seorang syeikh yang tidak tahu apa yang diriwayatkannya, dan juga tidak menjaga isi kitabnya secara jagaan yang layak untuk diperpegang pada kesabitannya. Akan tetapi maksudnya ialah bagi mengekalkan rantaian isnad yang dikhususkan terhadap umat ini, semoga Allah menambahkannya kemuliaan”.(LIHAT DALAM KITABNYA (صيانة صحيحِ مسلمِ من الإخلالِ والغلَطِ و حمايتُه من الإسقاطِ والسَّقَط) (H. 117):
Imam Syafi’i ~rahimullah mengatakan “tiada ilmu tanpa sanad. 
Al-Barra’ (sahabat) berkata :

ما كل ما نحدثكم عن رسول الله صلّى الله عليه و سلّم سمعناه منه، منه ما سمعناه منه، و منه ما حدّثنا أصحابنا و نحن لا نكذب
Hasan Al-Basri (w. 110 H) ketika ditanya Isnad yang merawikan haditsnya, ia berkata :
أنّا والله ما كذبنا و ما كذبنا ولقد غزوت غزوة إلى خراسان ومعنا ثلاثمائة من أصحاب محمّد
hasan al-basri tidak menyebutkan sanad karena ia mendapatkan haditsnya dari kalangan sahabat yang terpercaya dan wara’ selama mereka ra tidak berdusta. tanpa menyebutkan sanad tidak mengurangi nilai riwayat.

Yahya bin Sa’id Al-Qaththan menganggap bahwa yang pertama bahwa yang memeriksa sanad satu riwayat adalah Amir Al-Sya’biy (tokoh utama tabi’in, 17 H-103 H). Al-Rabi’ bin Khatsim pernah menyampaikan hadits kepadanya. Al-Sya’biy bertanya : “Siapa yang menyampaikan kepadamu ?”. Jawab Al-Rabi’ : “Amru bin Maimun”. Al-Sya’biy mendatangi Amru dan menanyakan rawinya. Jawab Amru :
“Abu Ayyub, sahabat Nabi SAW”.
Karena ketegasan dan ketaatan Al-Zuhri (w. 124 H) terhadap pengecekan sanad sehingga Malik menganggap ialah yang pertama memberi sanad terhadap hadits (Al-‘Umri, : 49-50).

 Muhammad bin Sirin (w. 110 H) mengatakan;


  
bahwa Isnad bagian dari agama. Andaikata bukan karena Isnad maka setiap orang dapat berbicara semaunya.
Meskipun penggunaan Isnad dalam hadits sudah ada pada masa sebelum Al-Zuhri, tapi penggunaannya secara lazim dan menjadi keharusan baru pada masa Al-Zuhri dan sesudahnya sebagaimana


dikatakan Syu’bah (w. 160)

 bahwa setiap hadits yang tidak disertai dengan (أنا) dan (ثنا) adalah cacat dan terbuang. Dan setiap hadits yang tidak terdapat di dalamnya (حدثنا و حدثنا) seperti seorang yang berjalan di tengah padang pasir dengan kendaraannya tanpa tali kekang
(LIHAT AL-‘UMRI, : 53-54).


Sufyan bin Uyainah pernah bercerita : Zuhri (perawi hadis) pada suatu hari meriwayatkan sebuah hadis, maka aku berkata ” Ceritakan padaku tidak usah pakaiisnad”. Imam Zuhri menjawab: “Apakah engkau bisa naik loteng tanpa naik tangga?”.
Imam Tsaury berkata: “Isnad itu senjata orang mukmin
 (lihat Faidhul Qadir juz 1 hal 433)

Imam Ahmad bin Hambal berkata: “Mencari isnad yang luhur itu sunnah orang dahulu kerana sesungguhnya teman-teman Abdullah itu berangkat dari Kufah menuju Madinah, mereka belajar dari Umar dan mendengarkan beliau”.
bersambungnya suatu sanad hadits, yaitu jika setiap rawinya mendengar dari orang yang ada di atasnya sampai kemudian berakhir kepada nabi SAW, .....
(LIHAT AL-KIFAYAH,21)
 sedangkan pengertian secara umum yang dimaksud manqul berisnad muttashil adalah belajar atau mengaji quran dan hadist baik makna dan keterangan kepada seorang guru yang mana guru tersebut juga bersandarkan pada keterangan dari guru diatasnya sambung bersambung tanpa terputus isnadnya sampai kepada Rosulluloh saw, untuk lebih jelasnya kami berikan contoh belajar mengaji quran hadist TANPA melalui metode manqul berisnad muttashil.
contoh :
  1. saya ahli nahwu ( bahasa Arab ) kemudian saya belajar sendiri tanpa bantuan seorang guru untuk menjelaskan keterangan dari Quran Hadist dengan bantuan sarah atau kitab-kitab tafsir. contoh tersebut bukan termasuk manqul, permasalahannya Apakah anda mengerti penjabaran secara praktek dan teori walaupun anda sudah dibantu dengan sarah dan tafsir.
  2. saya belajar atau mengaji quran dan hadist kepada seorang guru atau ulama yang tidak memiliki isnad sampai Rosul.
  3. saya membaca sebuah buku atau kitab-kitab yang sudah ada arti dan keterangan sehingga tanpa bantuan guru saya bisa memahaminya.

coba simak hadist dibawah ini :
Ambillah ilmu sebelum hilang, berkata shohabat ” bagaimana ilmu dapat hilang, wahai nabinya alloh , sedangkan dikalangan kita ada kitabbulloh ?” maka nabi marah yang Alloh belum pernah membuat nabi marah seperti itu kemudian nabi bersabda : ” celakalah kalian, bukankah taurot dan injil itu masih ada dikalangan bani isroil, kemudian keduanya ( taurot dan injil ) tidak dapat mencukupi mereka sedikitpun, sesungguhnya hilangnya ilmu adalah hilangnya pembawanya atau isnadnya atau ulama’nya .
 Ibn Abdil Bar meriwayatkan daripada Imam Al-Auza'ie r.a. bahawasanya beliau berkata:
 Maksudnya: Tidaklah hilang ilmu (agama) melainkan dengan hilangnya sanad-sanad (ilmu agama tersebut). [lihat At-Tamhid 1/314]

Sheikh Ibn Jama’ah berkata:
 “Sebesar-besar musibah adalah dengan bergurukan sahifah/buku (lembaran-lembaran atau buku)
 [lihat Ibn Al-Jama’ah: 87 dan dinukilkan dalam Muqoddimah Syarh Al-Maqawif 1/90] 

 Imam Malik r.a. berkata:
  Maksudnya: Hendaklah seseorang penuntut itu hafazannya (matan hadith dan ilmu) daripada ulama, bukan daripada buku /Suhuf (lembaran).
 [lihat Al-Kifayah oleh Imam Al-Khatib m/s 108] 

Imam Syafi’i ~rahimullah mengatakan “tiada ilmu tanpa sanad.
"Sanad adalah bagai rantai emas terkuat yg tak bisa diputus dunia dan akhirat, jika bergerak satu mata rantai maka bergerak seluruh mata rantai hingga ujungnya, yaitu Rasulullah saw," (LIHAT HABIB MUNZIR) 


Bahkan Al-Imam Abu Yazid Al-Bustamiy , quddisa sirruh (LIHAT MAKNA TAFSIR QS.AL-KAHFI 60) ; “Barangsiapa tidak memiliki susunan guru dalam bimbingan agamanya, tidak ragu lagi niscaya gurunya syetan”
 (LIHAT TAFSIR RUHUL-BAYAN JUZ 5 HAL. 203)


 Imam As-Syafi’e r.a. juga berkata:
 barangsiapa yang bertafaqquh (cuba-coba memahami agama) melalui isi kandungan buku-buku, maka dia akan mensia-siakan hukum (kefahaman yang  sebenarnya). [lihat Tazkirah As-Sami’e: 87] 

 dikatakan Imam as-syafi’I “Orang yang belajar ilmu tanpa sanad guru bagaikan orang yang mengumpulkan kayu bakar digelapnya malam, ia membawa pengikat kayu bakar yang terdapat padanya ular berbisa dan ia tak tahu” (lihat Faidhul Qadir juz 1 hal 433)
Imam Badruddin ibn Jama’ah berkata:
  Maksudnya:
 “Hendaklah seseorang penuntut ilmu itu berusaha mendapatkan Sheikh yang mana dia seorang yang menguasai ilmu-ilmu Syariah secara sempurna, yang mana dia melazimi para sheikh yang terpercaya di zamannya yang banyak mengkaji dan dia lama bersahabat dengan para ulama’, bukan berguru dengan orang yang mengambil ilmu hanya dari dada-dada kertas buku dan tidak pula bersahabat dengan para sheikh (ulama’bersanad’) yang agung.”
 [lihat Tazkirah As-Sami’ wa Al-Mutakallim 1/38] 

Imam Ibn Abi Hatim Al-Razi meriwayatkan dengan sanadnya kepada Abdullah bin 'Aun bahawasanya beliau berkata:
  Maksudnya:”Tidak boleh diambil ilmu ini (ilmu hadist  dan ilmu agama) melainkan daripada orang yang telah diakui pernah menuntut sebelum itu (pernah meriwayatkan ilmu dari gurunya secara bersanad juga)”. [lihat Al-Jarh Wa At-Ta'dil 1/ 28]

Imam Ibn Sirin berkata:
  Maksudnya:  Ilmu itu adalah agama, maka perhatikanlah dari siapa kamu mengambil agamamu (ilmu agama  tersebut)”. 

 Ibn Abdil Bar meriwayatkan daripada Imam Al-Auza'ie r.a. bahawasanya beliau berkata:

Maksudnya: Tidaklah hilang ilmu (agama) melainkan dengan hilangnya sanad-sanad (ilmu agama tersebut). [lihat At-Tamhid 1/314]



Smoga ini biasa menjadi rujukan kususnya bagi para pencari ilmu agama dalam menyampkannya supaya murni apa-apa yang di sampekannya benar benar brdasarkan dari sanad alias bukan berdasarkan rok.yunya sendiri, sbab itu tampa berguru di haramkan.
                                                                                    Penyusun
                                                                                                                                                                                                                  (……kayaprima/mustakim354…...)
  PENANGGUNGAN AL-QUR’N DAN AL-HADIST DAN BENTUK BENTUK PENYAMPEANNYA BAGIAN 2
  Kebijakan perletakan itu (matan sanad yang jatuh di ujung terakhir sanad) mnunjukan fungsi snad sebagai penghatar data mengenahi proses sejarah transfer informasi hadis dari nara sumbernya ( Muhammad saw ), dengan kata lain fungsi sanad adalah media pertanggungjawaban ilmiah bagi asal usul fakta kesejarahan tek hadist
(LIHAT M’AJJAD AL-KATIB,USUL ALHADIS HLM 19).
Adapum para muhadisin membentuk kelembaga’an sanad yaitu sebagai alat control periwayatan  hadis sekaligus mencermati kecrendungan sikab keagama’an dan politik orang peroarang yang menjadi mata rantai riwayat. sebagimana ibnu sirin mengatakan  
‘‘semula umat tidak mempertanyakan sanad hadist tetapi begitu terjadi fitnah muncul tuntutan agar setiap penyaji hadis menyebut dengan jelas nama-nama (sanad) orang-oarang pembawa berita hadis itu’’.
(LIHAT MUSLIM IBN AL-HAJAJ DAN LIHAT MUQODIMAH HADIS SOHEHNYA IMAM MUSLIM JILID 1/HLM 15,AL-LAWABI JUHUT AL-MUHADDISIN HLM 111-113).
keberada’an sanad merupakan suatu keharusan dan tampa  sanad  maka terjadi penolakan terhadap hadist yang bersangkutan.
(LIHAT AL-JAWABI,IBID HLM 113).
 Adapun musnad menurut pendapat yang kuat adalah hadis yang bersambung sanadnya, dari perawinya sampai kepada nabi saw.
(LIHAT AT-TAUDIH;1/258).

Al-katib berkata;
penama’an suatu hadis dengan musnad oleh para ahli hadis, yang seperti mreka kehendaki, adalah bahwa sanad hadis tersebut harus bersambung antara perawinya dan orang yang di sandarinya, istilah itu umumnya mereka gunakan untuk hadits yang khusus di sandarkan pada nabi SAW, bersambungnya suatu sanad hadits, yaitu jika setiap rawinya mendengar dari orang yang ada di atasnya sampai kemudian berakhir kepada nabi SAW, sekalipun tidak jelas-jelas menyebut ”mendengar” melainkan hanya mengatakan dari…dari…
(LIHAT AL-KIFAYAH,21)
 Berkata Al-kautsari : “Siapa yang menganggap lemah suatu hadits karena kemursalan ( sanad ) nya, berarti dia telah mencampakan separuh dari khazanah sunnah (yang selama ini) telah efektif di amalkan (untuk berhujjah).
(LIHAT MUHAMMAD`AWAMAH,ATSAR AL-HADITS AL-SYARIF HAL.23)
 Artinya : “adapun hadits yang berkualitas dha`if (Sanad)nya lebih baik ketimbang (menggunakan) pendapat pikiran (rok,yu) dan kias”
(LIHAT MUHAMMAD`AWAMAH,ATSAR AL-HADITS AL-SYARIF HAL.151).
 imam ahmad mengatakan; hadis dhai,if (segi sanadnya) lebih aku sukai atau lebih kuat dari pada mengamalkan dengan rok,yu.
(LIHAT MUHAMMAD AWAMAH,IBID HLM 27).
 Manggkul adalah bahasa arab yang artinya di nukil atau di pindah (proses pemimdahan ilmu dari guru ke pada murid dengan musnad mutasil / periwayatan yang bersambung sampai nabi Muhammad saw).
 Mangkul secara harfiah artinya dipindahkan, maksudnya mengaji al-qur’an dan al-hadist dengan cara berguru atau ilmu al-qur’an dan al-hadist diperoleh melalui proses pemimdahan ilmu dari guru ke murid.
Musnad artinya ilmu yang diberikan itu mempunyahi sanad/isnad artinya sandaran ,maksudnya mengajarkan ilmu al-qur’an dan al-hadist dengan bersandar pada guru yang mengajarkan kepadanya, dan gurunya asalnya dari gurunya lagi begitu seterusnya tampa putus.
Muttasil artinya bersambung, maksudnya masing masing sanad /isnad bersambung sampai pada rasullulloh’ allaihi wasallam.
(LIHAT DIROKTORINYA TH 2000 OLEH KH KASMUDI AS-SIDIQI)






Dan dikatan ulama th 1930an yaitu maksud musnad mutasil adalah;
 Jadi mengaji secara musnad mutasil artinya mengaji al-qur’n dan al-hadist secara langsung,seseorang atau beberapa orang murid yang menerima dari sesorang atau dari beberapa orang guru dan guru tersebut menerima dari gurunya, dan gurunya dari grunya lagi sambung bersambung, begitu seterusnya tampa terputus sampai pada penghimpun hadist seperti imam bukhori,mam muslim,imam nassai, imam abi dawud,imam attirmizi,imam ibnu majah,imam malik dan lain-lain. yang telah mencantumkan isnad mereka didalam kitsab hadist mereka sampai kepada rasullulloh’ allaihi wasallam.
(LIHAT KITAB POLNYA ILMU MANGKUL HAL;2 /OLEH IMAM KH NURHASAN AL-UBAIDAH LUBIS ULAMA TH 1930AN, BELIO SENDIRI PUNYA SANAD YANG SAMBUNG HINGGA PENGHIMPUN HADIST YAITU IMAM AT-TIRMIZI DAN BELIO IMAM AT-TIRMIZI SAMBUNG LAGI SANADNYA SAMPAI NABI SAW, LIHAT KITABUSHALATNYA HAL 124-125, YANG TELAH BERGURU DI MEKAH 10 TAHUN LEBIH JELASNYA LIHAT DIROKTORINYA TH 2000 OLEH KH KASMUDI AS-SIDIQI DAN PROF.DR.IR.KH ABDUL SYAM .MSC.APU )
Jadi mereka berguru yang bersambung gurunya, yaitu orang atau para ulama menerima dari para tabi’in kemudian para tabi’in menerima dari para sahabat kemudian sahabat langsung dari nabi saw, sbagai mana disebutkan;
 Asapun definisi hadist shahih yang sanadnya sambung, yaitu dikutib dari orang yang adil,cermat dari orang yang sama sama tabi’in terus dari sohabat hingga dari rosullulloh alaihiwasallam.
(LIHAT KITAB IKHTISHAR ULUM AL-HADIST;21OLEH IBNU KATSIR)

Sesungguhnya hadist shahih yaitu yang musnad mutasil  yakni ulama (menerima) dari tabi’in kemudian dari sahabat dari nabi saw dari malaikat jibril as yang langsung dari allah swt.
(LIHAT KITAB AL-TARDIRIB;60 OLEH AS-SAYUTI)
Dan di alquran di sebutkan 
 ARTINYA;
16. Janganlah kamu gerakkan lidahmu untuk (membaca) Al Quran Karena hendak cepat-cepat (menguasai)nya[1532]. 
17. Sesungguhnya atas tanggungan kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya. 
18. Apabila kami Telah selesai membacakannya Maka ikutilah bacaannya itu.
19. Kemudian, Sesungguhnya atas tanggungan kamilah penjelasannya.
(LIHAT AL-QIYAMAH AYAT 16-19)
1532]. [Maksudnya: nabi Muhammad s.a.w. dilarang oleh Allah menirukan bacaan Jibril a.s. kalimat demi kalimat, sebelum Jibril a.s. selesai membacakannya, agar dapat nabi Muhammad s.a.w. menghafal dan memahami betul-betul ayat yang diturunkan itu.
 ARTINYA;
114. Maka Maha Tinggi Allah raja yang sebenar-benarnya, dan janganlah kamu tergesa-gesa membaca Al qur'an sebelum disempurnakan mewahyukannya kepadamu[946], dan Katakanlah: "Ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan." 
(LIHAT PULA THAHA AYAT 114)
[946] Maksudnya: nabi Muhammad s.a.w. dilarang oleh Allah menirukan bacaan Jibril a.s. kalimat demi kalimat, sebelum Jibril a.s. selesai membacakannya, agar dapat nabi Muhammad s.a.w. menghafal dan memahami betul-betul ayat yang diturunkan itu.
 Adapun ayat ini menurut AHLI TAFSIR YAITU TAFSIR IBNU KASIR ia menggatakan :
 “firman allah swt dalam surat alqiyamah terdapat riwawayat ashohih dari ibnu abas bahwa belio mengatakan bahwa rosullulloh saw mengalami susah payah dalam menghapal wahyu allah swt (al qur’an), sehingga belio menggerak gerakan lidahnya (untuk menghafalnya) maka sehingga allah swt menurunkan ayat ini yakni bahwa nabi dulu waktu datang pada malaikat jibril dengan wahyu maka setiap jibril mengucapkan satu ayat lalu nabi menirukannya karma semangatnya hendak untuk menghafal maka allah swt bimbing supaya mudah dan ringan tidak berat baginya sehingga allah swt berfirman yang artinya dan janganlah kamu gerakan lidahmu untuk membaca alqur’an karma hendak cepat cepat menguwasahinya atas tanggungan kamilah mengumpulkannya (di di dalam dadamu pandai ) yakni kami jadikan itu hafal di dadamu lalau kamu nanti bacakan pada umat manusia dan kamu tidak sedikitpun lupa, pabilakamu sudah membacakanya.maka ikutilah bacaanya itu,kemudian atas tanggungan kamilah penjelasanya,dan didalam firman allah”dan janganlah kamu tergesa-gesa membaca alqur`an sebelum disempurnakan di wahyukanya kepadamu” yakni diamlah kamu dan dengarkanlah, jika malaikat jibril selesai membacakanya kepadamu maka bacalah setelahnya.”
(LIHAT ALQUR`AN TAFSIR IBNU KASIR:3/175)

jadi ayat ini menerangkan bagaimana tehnik-tehnik awal mulanya belajar alqur`an yakni menerima wahyu dari allah SWT melalui malaikat jibril dan bahwa nabi SAW disuruh membaca setelah bacaanya jibril, maka jika kita pahami dari penjelasan di atas bahwa di pindahnya ilmu alqur`an (mangkulnya) kepada nabi SAW dari jibril, maka dapat di ambil faedahnya bahwa inilah tatacara nabi SAW belajar ilmu pada jibril maka ini jalan yang lebih bagus untuk di ikuti yakni ada adab-adab belajar antara guru dan murid.yakni malaikat jibril sebagai sang guru setatusnya dan nabi muhamad saw setatusnya sebagai sang murid.

Sebagaimana AHLI TAFSIR YAITU AS SA’DY mengatakan;
“dalam ayat ini al-qiyyamah ada adab-adab menuntut ilmu agar seorang murid jangan memotong dalam masalah yang sedang guru terangkan atau dimulai diterangkanya, lalu jika guru selesai maka baru murid bertanya mana yang belum paham ( tentang ilmu keterangan dari guru) demikian juga bila diawal penjelasan ada yang mengharuskan di nilai baik maka jangan langsung diterima sampai ia selesai menjelaskanya, supaya jelas yang benar dan yang salah.”
(LIHAT TAFSIR AS SA`DY : 899 LIHAT PULA HAL:514)
Jadi dengan demikia mengaji al-qur’an dan al-hadist harus berguru yang sambung bersambung, karma kalu tampa berguru pasti memelajari al-qur’an dan al-hadist keterangannya salah dan ahirya keterangannya mengandalkan pikiran rok’yunya sendiri Adapun allah swt mengharamkan berbicara/mnafsirkan yang belum tahu ilmunya alias tidak mau berguru atau mangkul singkatnya apalagi dengan sangka’an/rok’yunya belaka sbagaimana firman allah swt;
  36. Dan janganlah kamu mengikuti/mengerjakan apa-apa yang kamu tidak mempunyai ilmu/pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabanya.
 (LIHAT AL-ISRA AYAT 36)
 Adapun AL-ISRA AYAT 36 larangan bahwa seseorang belung tau ilmunya atau belum berguru / mangkul al-quran dan al-hadist lalu mengatakan atau menafsirkannya, semenatra dia belum benar benar mangkul dari seorang guru atu mengetahui bahkan mendengar dan melihat apalagi hanya menyanggka nyangka dengan rok yunya jelas itu larangan,


 Sebagai mana QO’TADAH mengatakan;
 “ jangan kamu katakana bahwa kamu melihat sementara kamu kamu tidak melihat,mendengar sementara kamu tidak mendengar, mengetahui sementara kamu tidak mengetahui karena allah SWT akan bertanya kepadamu tentang semua itu.
 Dan juga AHLI TAFSIR IBNU KASIR mengatakan:
 Kandungan tafsir (al-isra ayat 36) yang mereka (para ulama) yang disebutkan bahwa allah SWT melarang untuk berbicara atau menafsirkan tanpa ilmu bahkan sekedar dengan sangkaan atau ro`yu pikiran belaka dan juga khayalan.”
(LIHAT ALQUR`AN TAFSIR IBNU KASIR:3/43).
 Bahkan jika menafsirkannya kebetulan benar maka tetab di hukumi salah karma tidak berguru Sebagaimana sabda nabi saw;
ARTINYA:
barang siapa yang membaca atau menafsirkan alqur an dengan rok yunya sendiri atau pendapatnya akalnya sendiri maka jika tepat benar maka sungguh sungguh salah.
(LIHAT HR ABU DAWUD: 4/43)
Adapun UBAIDILLAH AL-MUBARAKHFURI mengenai lafad dengan ro’yunya mengatakan;
 yakni berbicara (menafsirkan) tentang lafadznya,dan kandunganya.
(LIHAT MIR’ATURL MAFATIF SYARAH MISYKATUL MASHABIH:1/330/-PEN)
Hadits ini sedikit lemah namun maknanya diperkuat hadits-hadits lain yang senada sehingga jadi kuat denga adanya lafadz-lafadz yang serupa oleh hadits-hadits shahih yang lainnya, seperti yang terdapat pada hadits AT-TIRMIDZI:5/103 dan beliau sendiri mengatakan shahih atau hasan.



Berkata Al-kautsari : “Siapa yang menganggap lemah suatu hadits karena kemursalan ( sanad ) nya, berarti dia telah mencampakan separuh dari khazanah sunnah (yang selama ini) telah efektif di amalkan (untuk berhujjah).
(MUHAMMAD`AWAMAH,ATSAR AL-HADITS AL-SYARIF HAL.23)
 Artinya : “adapun hadits yang berkualitas dha`if (Sanad)nya lebih baik ketimbang (menggunakan) pendapat pikiran (rok,yu) ….
(MUHAMMAD`AWAMAH,ATSAR AL-HADITS AL-SYARIF HAL.151).

 Juga sebagai mana sabda nabi saw didalam hadis shahihanya;
 Artinya;
Barang siapa yang membaca alqur an atau menafsirkannya tampa berilmu maka hendaknya menempati tempat duduknya (orang di aherat) di dalam neraka.
(LIHAT HR ABU DAWUD&HR AT TIRMIZI; 5/183 DAN BELIO SENDIRI MENGATAKAN SHAHIH/HASAN)

Dalam kitab al kifayah…disebutkan mengenai lafad tampa ilmu yaitu;
bukan hanya membaca namun lebih umum dari pada itu yaitu termasuk menafsiri dan menterjemahkannya.
(LIHAT KITAB AL KIFAYAH FIL MIRRIWAYAH;343-PEN)
 Dalam kitab AINUL MA`BUD SARAH SUNAN ABU DAUD SENDIRI disebutka:
 dengan ra`yunya atau pedapatnya sendiri sekedar dengan akalnya sendiri yakni dari dirinya sendiri tanpa melihat ucapan para imam dari ulama bahasa arab yang tidak sesuai dengan kaidah sariyyah bahkan ia sesuaikan (dalam menafsiri) dengan akalnya sendiri,……...
(LIHAT SYARAH AINUL MA`BUD:10/85)



Bahkan IMAM AL-BAIHAQI menanggapi hadis tersebut mengatakan:
 maka nabi memaksudkan dengan pendapat akal yang lebih dominan di qalbunya tanpa dalil yang mendukungnya.

Dan sabda nabi swa Artinnya:
umat sesa’at akan mengamalkan kitab allah SWT kemudian sesaat mengamalkan sunnah nabi SAW, kemudian setelah itu mengamalkan dengan pendapatnya sendiri, maka jika mereka mengamalkan dengan pendapatnya sendiri maka sesatlah mereka (ke neraka)
(LIHAT HR ABUYA`LAH DALAM MUSNADNYA:10/240 NOMOR 8856).
Memang hadits ini agak kurang kuat hafalannya sebagai mana ibnu hanjar asqolani namun diperkuat oleh hadits lain yang senada dengannya tentang lafad mengamalkan dengan pendapatnya sendiri / ro’kyunya sendiri.
 Artinya : “adapun hadits yang berkualitas dha`if (Sanad)nya lebih baik ketimbang (menggunakan) pendapat pikiran (rok,yu)….
(LIHAT MUHAMMAD`AWAMAH,ATSAR AL-HADITS AL-SYARIF HAL.151).

IBNU ABDILBAR mengatan:
ulama berbeda hal dalam dalam hal ro`yu yang tercela tersebut,sebagian kelompok mengatakan ro`yu tercela adalah bid`ah (mengada-ada) yang menyelisihi sunnah/hadits nabi SAW dalam hal akidah serta yang lainnya, namun mayoritas ulama ahli ilmi mengatakan ro`yu adalah berbicara/menafsirkan dalam hukum syari`at agama dengan anggapan dan prasangka.
(LIHAT DALAM JAMI BAYAN ILMI WAFADHILIHI:2/1052/1054).
Al-katib berkata; penama’an suatu hadis dengan musnad oleh para ahli hadis, yang seperti mreka kehendaki, adalah bahwa sanad hadis tersebut harus bersambung antara perawinya dan orang yang di sandarinya, istilah itu umumnya mereka gunakan untuk hadits yang khusus di sandarkan pada nabi SAW, bersambungnya suatu sanad hadits, yaitu jika setiap rawinya mendengar dari orang yang ada di atasnya sampai kemudian berakhir kepada nabi SAW, sekalipun tidak jelas-jelas menyebut ”mendengar” melainkan hanya mengatakan dari…dari…
(LIHAT AL-KIFAYAH,21)
Dan jugak sabda nabi saw artinya;
 “kalian mendengar dan akan didengarkan dari kalian dan akan di dengarkan dari orang yang mendengarkan dari kalian “
(LIHAT HR ABUDAWUD;3659/AHMAD;1/321/AL HAKIM;195/IBNU HIBAN;1/263 AL HAKIM MENGATAKAN SHAHIH SESUWAI SYARAH AL BUKHORI DAN IMAM MUSLIM) .
Olehkarnya abu dawud sendiri memberikan judul pada hadis ini bab bab masalah menyebarkan atau mengajarkan mangkul/memindahkan ilmu yang sambung bersambung.jadi murid menerangkan al-qur;an dan al-hadis keterangannya atau bersandarkan pada sanad (guru) dan guru itu asalnya juga bersandar keterangannya dari gurunya terus menrus tampa terputus. klu tidak demikian pasti orang akan mengatakan atau menafsirkan semaumaunya dalam agama ini yakni pada al-qur;an dan al-hadis ,
  Dan sbagai mana di dalam hadist shahihnya imam mumslim di dalam mukodimahnya dikatakan;
Adapun sandaran pada sanad atau rangkean rawi termasuk dari agama kalulah bukan karna sandaran pada sanad di dalam menafsirkannya tentu orang akan semau maunya mengatakannya (menafsirkannya) di dalam agama ini.
(LIHAT KITAB HADIST SHAHIH MUKODIMAHNYA IMAM MUSLIM ;1/47 NO;32 DAN ARRAHMUZIDALAM AL MUHADDITSUL FASHIL;36 DAN AL KHOTIB DALAM SYARAH AS HABUL HADIST).
Dan jugak di dalam hadist shahihnya imam mumslim di dalam mukodimahnya lainnya artinya;
Sesungguhnya ini ilmu agama, maka lihatlah oleh kalian dari mana kalian mengambil/mangkul agama kalian.
(LIHAT KITAB HADIST SHAHIH MUKODIMAHNYA IMAM MUSLIM;26,1/44 ).
Dalam hadist ini TABI’IN ATSAR mengatakan;
Ini mengandung bagaimana memilih guru agama, yaitu memilih yang baik yang sesuwai denggan sunah nabi saw (bukan rok yu atau karangan dalam agama).



Namun dari kalangan para mazhab-mazhab semua melarang dan ada yang membolehkan dengan syrat yaitu;
 1.haram dan melarang mengamalkan tampa musnad mutasil, ini dari kalangan pengikut mazhab imam maliki.
2.melarang mengamalkan hadist dengan rok’yunya (tampa musnad mutasil ) ini di kalangan mazhab imam ahmad / hambali
3.boleh mengamalkan menurut mazhab imam safi’i tampa musnad mutasil dngan sarat yaitu jika terjadi terputusnya atau hilangnya pengajaran dengan musnad muttasil, tapi ini mustahil terjadi bagi para pengamal bersanad sebab belio imam safi’i tetab melarang tampa musnad mutasil apalagi hanya mencoba-coba memahami agama dengan kitab buku-buku tampa sanad musnad mutasil belio sendiri mengatakan
dikatakan Imam as-syafi’I “Orang yang belajar ilmu tanpa sanad guru bagaikan orang yang mengumpulkan kayu bakar digelapnya malam, ia membawa pengikat kayu bakar yang terdapat padanya ular berbisa dan ia tak tahu” (lihat Faidhul Qadir juz 1 hal 433)
Imam As-Syafi’e r.a .mengatakan;
 Sesiapa yang bertafaqquh (cuba-coba  memahami agama) melalui isi kandungan buku-buku, maka dia akan mensia-siakan hukum (kefahaman  yang sebenarnya). [lihat Tazkirah As-Sami’e: 87]
 4.dll.
(LIHAT KITAB ULUMUL HADIST KARYA IBNU SHOLAH ;87)
Adapun pendapat mazhab imam imam semuanya melarang mengamalkan al qur an dan hadis tampa mangkul musnad mutasil. ini sesuwai hadist hadist nabi saw dengan alasan sebagaimana sabda nabi saw 
Ambillah ilmu sebelum hilang, berkata shohabat ” bagaimana ilmu dapat hilang, wahai nabinya alloh , sedangkan dikalangan kita ada kitabbulloh ?” maka nabi marah yang Alloh belum pernah membuat nabi marah seperti itu kemudian nabi bersabda : ” celakalah kalian, bukankah taurot dan injil itu masih ada dikalangan bani isroil, kemudian keduanya ( taurot dan injil ) tidak dapat mencukupi mereka sedikitpun, sesungguhnya hilangnya ilmu adalah hilangnya pembawanya atau isnadnya atau ulama’nya .

dan jugak sebagaimana di dalam hadist shahihnya imam mumslim di dalam mukodimahnya dikatakan; Adapun sandaran pada sanad atau rangkean rawi termasuk dari agama kalulah bukan karna sandaran pada sanad di dalam menafsirkannya tentu orang akan semau maunya mengatakannya (menafsirkannya) di dalam agama ini.
(LIHAT KITAB HADIST SHAHIH MUKODIMAHNYA IMAM MUSLIM ;1/47 NO;32 DAN ARRAHMUZIDALAM AL MUHADDITSUL FASHIL;36 DAN AL KHOTIB DALAM SYARAH AS HABUL HADIST).
dan jika dilakukan tidak demikian lalu ahirnya agama di tafsirkan / di katakana semau maunya yang pada ahirnya timbullah agama dengan rok’yunya sendiri/tafsirannya sendiri jadi tampa musnad mutasil maka diancam dalam hadis nabi artinya;
Barang siapa yang membaca alqur an atau menafsirkannya tampa berilmu maka hendaknya menempati tempat duduknya (orang di aherat) di dalam neraka.
(LIHAT HR ABU DAWUD&HR AT TIRMIZI; 5/183 DAN BELIO SENDIRI MENGATAKAN SHAHIH/HASAN) & barang siapa yang membaca atau menafsirkan alqur an dengan rok yunya sendiri atau pendapatnya akalnya sendiri maka jika tepat benar maka sungguh sungguh salah.
(LIHAT HR ABU DAWUD: 4/43)
Mengenahi hadist ini mari lihat keterangan para pensyarahnya mengenai lafad-lafadtampa ilmu dan rok’ yunya sbb;
Dalam kitab AINUL MA`BUD SARAH SUNAN ABU DAUD disebutka:
dengan ra`yunya atau pedapatnya sendiri sekedar dengan akalnya sendiriyakni dari dirinya sendiri bahkan tanpa melihat ucapan para imam dari ulama bahasa arab yang tidak sesuai dengan kaidah sariyyah bahkan ia sesuaikan (dalam menafsiri) dengan akalnya sendiri…..
(LIHAT SYARAH AINUL MA`BUD:10/85)

IBNU ABDILBAR mengatan:
ulama berbeda hal dalam dalam hal ro`yu yang tercela tersebut,sebagian kelompok mengatakan ro`yu tercela adalah bid`ah (mengada-ada) yang menyelisihi sunnah/hadits nabi SAW dalam hal akidah serta yang lainnya, namun mayoritas ulama ahli ilmi mengatakan ro`yu adalah berbicara/menafsirkan dalam hokum syari`at agama dengan anggapan dan prasangka.
 (LIHAT DALAM JAMI BAYAN ILMI WAFADHILIHI:2/1052/1054).
Dalam kitab al kifayah…disebutkan;
bukan hanya membaca namun lebih umum dari pada itu yaitu termasuk menafsiri dan menterjemahkannya.
(LIHAT KITAB AL KIFAYAH FIL MIRRIWAYAH;343-PEN)
Bahkan periwayat hadis yaitu AL-BAIHAQI mengatakan: maka nabi memaksudkan dengan pendapat akal yang lebih dominant di qalbunya tanpa dalil yang mendukungnya.
Saidina Ibn Umar r.a. turut berkata:
 Ilmu itu adalah agama dan solat itu adalah agama. Maka, lihatlah dari mana kamu mengambil ilmu ini dan bagaimana kamu solat dengan solat ini kerana kamu akan dipertanyakan di hari Akhirat
[lihat riwayat Imam Ad-Dailami]
 Perkataan Saidina Ibn Umar r.a. ini menunjukkan kepentingan Sanad keilmuan secara umum dari sudut Riwayah mahupun Dirayah.
 Adapun budaya mendalami ilmu-ilmu agama dengan bergurukan buku semata-mata, tanpa bertalaqqi (bertemu) dengan para ulama’  untuk mengambil kefahaman ilmu-ilmu agama, atau sekadar merujuk beberapa individu yang berbicara tentang agama tanpa latar belakang keilmuan (Sanad keilmuan) yang jelas (bahkan tampa lagi memiliki Ijazah Tadris/izin mengajar daripada nama-nama ulama’ ), maka mereka akan terpisah daripada tradisi keilmuan Islam yang asal aslinya yaitu denga dengan musnad mutasil.
 Mereka yang coba-coba memahami menafsirkan agama sekedar memperbanyakkan bahan bacaan tanpa memperbanyakkan bersandarkan pada sanad-sanad dari kalangan para ulama’adapun ro’ iyu tidak dinilai sebagai penuntut ilmu atau ahli ilmu sebagaimana dalam tradisi As-Salaf terdahulu yang asal aslinya yaitu dengan musnad mutasil, jika tidak mangkul musnad mutasil ini di kuatirkan oleh ulama-ulama’ sebab musibah yang besar jika belajar hanya dengan lembaran atau buku-buku berarti hilangnya ilmu sebab tampa mangkul musnad mutasil sebagai mana dikatakan
 Sheikh Ibn Jama’ah berkata:
 “Sebesar-besar musibah adalah dengan bergurukan sahifah/buku (lembaran-lembaran  buku-buku)
 [LIHAT IBN AL-JAMA’AH: 87 DAN DINUKILKAN DALAM MUQODDIMAH SYARH AL-MAQAWIF 1/90] 

Bahka  Imam Malik r.a. berkata:
  Maksudnya: Hendaklah seseorang penuntut ilmu itu hafazannya  (matan hadith dan ilmu)dari pada ulama, bukan daripada Suhuf/buku (lembaran buku).
 [lihat Al-Kifayah oleh Imam Al-Khatib m/s 108] 
 Imam As-Syafi’e r.a. juga berkata:
 Sesiapa yang bertafaqquh (cuba-coba memahami agama) melalui isi kandungan buku-buku, maka dia akan mensia-siakan hukum (kefahaman sebenar benarnya). [lihat Tazkirah As-Sami’e: 87] 
 Imam Badruddin ibn Jama’ah berkata:
 Maksudnya:
 “Hendaklah seseorang penuntut ilmu itu berusaha mendapatkan Sheikh yang mana dia seorang yang menguasai ilmu-ilmu Syariah secara sempurna, yang mana dia melazimi para sheikh yang terpercaya di zamannya yang banyak mengkaji dan dia lama bersahabat dengan para ulama’, bukan berguru dengan orang yang mengambil ilmu hanya dari dada-dada kertas buku dan tidak pula bersahabat  dengan para sheikh (ulama’bersanad’) yang agung.” 
 [lihat Tazkirah As-Sami’ wa Al-Mutakallim 1/38] 
 Di sinilah secara jelas para ulama’ mengingatkan kita agar mempelajari ilmu-ilmu agama daripada para ulama’ yang mempunyai Sanad keilmuan atau sandaran keilmuan yang jelas yang berbentuk catatan proses pembelajaran mereka dan senarai para ulama’ yang telah mereka bersahabat dengan mereka untuk mengambil ilmu. Kita tidak boleh mempelajari ilmu-ilmu agama daripada orang yang tidak mempunyai Sanad keilmuan yang jelas walaupun orang itu terkenal kerana banyaknya pengikut dari kalangan orang-orang jahil bukanlah ukuran keilmuan seseorang guru yang mengajar, tetapi Sanad keilmuannyalah yang menjadi ukuran terutamanya dari sudut Dirayah
 Imam Ibn Abi Hatim Al-Razi meriwayatkan dengan sanadnya kepada Abdullah bin 'Aunbahawasanya beliau berkata:
 Maksudnya:”Tidak boleh diambil ilmu ini (ilmu hadith dan ilmu agama) melainkan daripada orang yang telah diakui pernah menuntut sebelum itu (pernah meriwayatkan ilmu dari gurunya secara bersanad juga)”. [lihat Al-Jarh Wa At-Ta'dil 1/ 28]


Maka, ilmu-ilmu agama dikembangkan melalui para ulama’ (Ar-Rijal) bukan melalui lembaran-lembaran buku tanpa mempelajarinya daripada para ulama’ yang mempunyai sanad keilmuan yang jelas. Kita lihat para ulama’ mempunyai sanad-sanad keilmuan dari sudut Dirayah dalam perbagai lapangan dan bidang ilmu-ilmu agama telah banyak ini sebagai bukti yang nyata.
satu contoh Sanad Keilmuan atau sanad Talaqqi dalam bidang ilmu fiqh (secara Dirayah) khususnya melalui Sanad keilmuan Fiqh Syafi’e Imam An-Nawawi r.a.. Imam An-Nawawi r.a. menyebut dalam kitab Tahzib Al-Asma’ wa As-Shifat [1/18] (diadaptasi semula secara ringkas):
 “Maka saya mengambil ilmu fiqh secara bacaan (murid membaca sesuatu kitab di hadapan guru yang mendengar), tashihan (pembetulan atau penelitian semula), secara mendengar (guru membaca dan murid mendengar), secara syarah (guru menyampaikan manhaj At-Tafahhum As-Sahih) dan secara catatan (jenis mengajar manhaj At-Tafahhum As-Sahih juga) daripada banyak kelompok ulama’
Missal Adapun Imam As-Syafi’e r.a. berguru dengan beberapa ulama’ antaranya:
 Imam Malik bin Anas r.a.
  • Imam Sufiyan bin ‘Uyainah r.a.
  • Imam Abu Khalid Muslim bin Khalid Al-Zanji r.a.
Adapun Imam Malik r.a. mempelajari ilmu agama daripada:-
 Imam Rabi’ah Ar-Ra’y daripada Saidina Anas r.a.
  • Imam Nafi’e r.a. daripada Imam Ibn Umar r.a.
 Adapun Imam Sufiyan bin ‘Uyainah r.a. mempelajari ilmu agama daripada: Imam ‘Amr bin Dinar r.a. daripada Saidina Ibn Umar r.a. dan Saidina Ibn Abbas r.a.
 Adapun Imam Abu Khalid Muslim bin Khalid Al-Zanji r.a. mempelajari ilmu agama daripada: Imam Abdul Malik bin Abdil Aziz Ibn Juraij daripada Imam ‘Atha’ bin Abi Rabah daripada Saidina Ibn Abbas r.a..
 Saidina Ibn Abbas r.a. mempelajari ilmu agama daripada Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wasallam- dan daripada ramai para sahabat r.a. antaranya Saidina Umar r.a., Saidina Ali r.a., Saidina Zaid bin Thabit r.a. dan sebagainya yang mana mereka semua mempelajari ilmu agama daripada Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wasallam-.


Dalam bidang riwayah hadith inilah berkembangnya penggunaan istilah Sanad sebagaimana disebut dalam kitab-kitab Mustolah Hadith.
 Sebagai contoh:
 Imam Ibn Hajar Al-Asqollani berkata:
 “Al-Isnad: pencerita’an tentang kedudukan jalan matan” (lihat Nuzhatu An-Nazhor: 19)
 Penggunaan istilah Isnad dan Sanad meluas dalam bidang hadith kerana dalam bidang tersebut sangat memberi fokus terhadap sandaran sesuatu matan hadith dan jalan periwayatannya dalam rangka untuk menilai kesahihan sesuatu matan hadith berdasarkan jalan periwayatannya tersebut.
 Asal bagi konsep Sanad ini adalah sebagaimana sabda Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wasallam- yang bermaksud:
 “Kamu (para sahabat) mendengar (hadith-hadithku), lalu akan didengari daripada kamu, dan orang yang mendengar daripada kamu pula akan didengari…”  
 [LIHAT HADITH RIWAYAT IMAM AHMAD, KHATIB AL-BAGHADI, RAMAHRAMZI DAN SEBAGAINYA]
 Namun, Sanad dari sudut Riwayah ini semakin tidak ditekankan sangat oleh para ulama’ muktakhir kerana kitab-kitab hadith yang menghimpunkan matan-matan hadith serta sanad-sanadnya sudahsiap di tantang para ulama’ hadith yang besar seperti Imam Malik, Imam Ahmad, Imam Al-Bukhari, Imam Muslim, Imam At-Tirmizi, Imam An-Nasa’ie, Imam Abu Daud, Imam Ibn Majah, Imam Al-Hakim, Imam Ad-Darqutni, Imam Ibn Khuzaimah, Imam Ibn Abdil Bar, Imam Al-Baihaqi, Imam Abdul Razzak dan sebagainya.
 Kitab-kitab yang telah mereka susun sudah dianggap lengkap oleh para ulama’ hadith selepas mereka, dalam menghimpunkan hadits-hadits dari sudut matan dan sanadnya yang mana penilaian-penilaian sanad hanya boleh dilihat daripada apa yang telah termuat dalam kitab-kitab tersebut. Maka, setelah pembukuan kitab-kitab hadith tersebut, sesetengah pihak menilai kepentingan sanad dari sudutriwayah sudah tidak seperti dahulu.
Pun begitupula, kedudukan kitab-kitab hadith itu sendiri jika tidak diriwayatkan daripada para penulisnya secara riwayat sama’ie (guru membaca kepada murid), ‘ardhi (murid membaca di hadapan guru) atau secara ijazah, maka kedudukan kitab-kitab tersebut tetap dinilai sebagai  Wijadah di sisi mereka yang membacanya tanpa sambungan sanad kepada para ulama’yang menulis kitab-kitab tersebut.
 Oleh sebab itulah, majoriti ulama’ hadith dan sebagainya masih meneruskan tradisi periwayatan kitab-kitab hadith secara bersanad bersambung kerana mempertahankan tradisi riwayahbersanad yang termaktub dalam Ilmu Riwayah dalam Mustolah Hadith dan menjaga ketelitian dalam periwayatan kitab-kitab tersebut. 
 Begitulah secara ringkas contoh di mana ilmu-ilmu agama diwarisi dari satu generasi ke generasi seterusnya secara bersanad yang bersambung, hasil daripada proses Talaqq  i    (bertemu dengan guru) dalam sistem pembelajaran ilmu agama yang asalnya.
 Memang benar, kepentingan Sanad dari sudut Riwayah tidak sepenting dahulu untuk menilai kesahihan sesuatu nas, namun tidak menafikan kepentingan sandaran keilmuan dari sudutDirayah. Malah, kemuliaan menyambung diri kepada sanad para ulama’ dari sudut Riwayah juga adalah suatu kemuliaan yang kekal sepanjang ianya diamalkan.
 Kemuliaan periwayatkan kitab-kitab secara bersanad yang bersambung (dari sudutRiwayah) terutamanya kitab-kitab hadith tetap tinggi nilainya walaupun setelah pembukuan kitab-kitab hadith tersebut kerana para ulama’ salaf sentiasamenggalakkan kita mencari Sanad yang ‘Ali antara kita (penuntut ilmu) dengan Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wasallam-. 
Kemuliaan menyambungkan diri dalam Sanad para ulama’ dari sudut Riwayah tetap wujud dalam tradisi ilmu-ilmu agama terutamanya dalam tradisi mencari sanad yang‘ali (tinggi) yang sangat digalakkan oleh para ulama’ salaf, sebagai tradisi yang mempunyai kemuliaan tersendiri
sebagai mana dikatakan ulama' salaf menunjukan betapa wajibnya ilmu bersanad
Imam Ibn Sirin berkata:
 Maksudnya:  Ilmu itu adalah agama, maka perhatikanlah dari siapa kamu mengambil agamamu (ilmu agama  tersebut)”. 
dan kalu tidak dengan mangkul musnad mutasil berarti hilanglah ilmu agama itu
 Ibn Abdil Bar meriwayatkan daripada Imam Al-Auza'ie r.a. bahawasanya beliau berkata:
 Maksudnya: Tidaklah hilang ilmu (agama) melainkan dengan hilangnya sanad-sanad (ilmu agama tersebut). [lihat At-Tamhid 1/314]



Mengapa ilmu akan lenyap jika tradisi sanad ini tidak dipelihara?... Antara sebabnya, akan muncul golongan yang tidak mempunyai latar belakang keilmuan dalam bidang agama yang sempurna, berdiri di hadapan masyarakat umum, lalu berbicara menafsirkan dalam urusan agama, tanpa kelayakan yang jelas dengan rok’yunya. Mereka mendakwa, atas alasan semua orang berhak beragama, jadi semua orang berhak menafsirkan berbicara dalam urusan agama. maka inijelas tertolak dalam ukuran keilmuan Islam yang menilai latar belakang keilmuan seseorang khususnya melalui tradisi sanad ini.

Oleh sebab itulah, dalam Muqoddimah Sahih Muslim [1/15], Imam Muslim meriwayatkan dariImam Abdullah bin Mubarak r.a. yang berkata:
  Isnad itu sebahagian dari agama, jika tidak bersandar kerana isnad, maka sesiapa orang akan berkata menafsirkan apa saja yang ia dikehendaki’ dalam agama’ 
(Sahih Muslim [1/15)

Sheikh Ibn Jama’ah berkata:
 “Sebesar-besar musibah adalah dengan bergurukan sahifah/buku  (lembaran-lembaran atau buku)
 [lihat Ibn Al-Jama’ah: 87 dan dinukilkan dalam Muqoddimah Syarh Al-Maqawif 1/90]

 Maksudnya:”Tidak boleh diambil ilmu ini (ilmu hadist  dan ilmu agama) melainkan daripada orang yang telah diakui pernah menuntut sebelum itu (pernah meriwayatkan ilmu dari gurunya secara bersanad juga)”. [lihat Al-Jarh Wa At-Ta'dil 1/ 28]

Umar bin Abdil Aziz mengatakan: Barangsiapa beribadah pada Allah tanpa ilmu, maka kerusakan yang ditimbulkan lebih besar daripada perbaikan yang dilakukan."
(LIHAT AL AMRU BIL MARUF, IBNU TAIMIYAH, 15)

Dan janganlah kamu mengerjakan apa-apa yang kamu tidak mempunyai ilmu tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabanya. (LIHAT AL-ISRA AYAT 36)

“Pada suatu hari Umar bin Al Khatthab rodiallahu’anhu sedang merenung, kemudian ia memanggil Ibnu Abbas dan bertanya kepadanya: Bagaimana umat ini dapat berselisih, padahal nabinya satu, kitab sucinya satu dan qiblatnya juga satu? Maka Ibnu Abbas menjawab: Wahai Amirul Mukminin, sesungguhnya Al Qur’an diturunkan kepada kita, kemudian kita membacanya, dan kita mengetahui berkenaan dengan apa ayat-ayat Al Qur’an itu diturunkan. Dan sesungguhnya setelah zaman kita nanti, akan ada orang-orang yang membaca Al Qur’an dan tidak mengetahui berkenaan dengan apa ayat-ayat Al Qur’an itu diturunkan, sehingga masing-masing kelompok akan memiliki penafsiran sendiri-sendiri tentangnya. Dan bila setiap kelompok telah memiliki penafsiran sendiri-sendiri, niscaya mereka akan berselisih. Dan bila mereka telah berselisih, niscaya mereka akan saling berperang. Maka Umar menariknya dengan kuat dan memarahinya, lalu Ibnu Abbas berpaling dan pergi. Kemudian selang beberapa saat, Umar memanggilnya lagi dan ia telah memahami (menyetujui) jawabannya, kemudian ia berkata: Ulangilah sekali lagi jawabanmu itu.” (LIHAT RIWAYAT SA’ID BIN MANSHUR DALAM KITABNYA AS SUNNAN 1/1
“Barang siapa tiada bermursyid (guru pembimbing) maka mursyidnya adalah setan.”(LIHAT IHYA ULUMUDDIN)
Belum ada dalam sejarah seorang ulama besar lahir dari belajar kepada buku saja. Ilmu adalah keahlian dan setiap keahlian membutuhkan ahlinya, maka untuk mempelajarinya membutuhkan muallimnya yang ahli.

Syaikh Bakr Abdullah Abu Zaid berkata, “Ini hampir menjadi titik kesepakatan di antara para ulama kecuali yang menyimpang.”
Ada ungkapan, “Barangsiapa masuk ke dalam ilmu sendirian maka dia keluar sendirian.”
Syaikh Bakr berkata, “Maksudnya barangsiapa masuk ke dalam ilmu tanpa syaikh / guru maka dia keluar darinya tanpa ilmu.”

Syaikh Bakr menukil ucapan ash-Shafadi, “Jangan mengambil ilmu dari shahafi dan jangan pula dari mushafi / buku-buku, lalu Syaikh Bakr berkata, “Yakni jangan membaca al-Qur`an kepada orang yang membaca dari mushaf dan jangan membaca hadits dan lainnya dari orang yang mengambilnya dari buku.”
Sebagian ulama berkata,

Barangsiapa tidak mengambil dasar ilmu dari ulama Maka keyakinannya dalam perkara sulit adalah duga’an

Abu Hayyan berkata,
Anak muda mengira bahwa buku membimbing Orang yang memahami untuk mendapatkan ilmu

Orang bodoh tidak mengetahui bahwa di dalamnya Terdapat kesulitan yang membingungkan akal orang


Jika kamu menginginkan ilmu tanpa syaikh 
Niscaya kamu tersesat dari jalan yang lurus
Perkara-perkara menjadi rancu atasmu sehingga Kamu kebih tersesat daripada Tuma al-Hakim

Firman Allah Taala bermaksud:
Maka hendaklah kamu bertanya kepada ahli zikir (alim ulama) seandainya kamu tidak mengetahuinya.
(lihat Surah al-Nahl: Ayat 43).
Imam Syatibi di dalam karyanya al-Muwafaqat telah menjawab persoalan ini dengan beliau menimbulkan persoalan mengenai bolehkah seseorang itu memperolehi dan mempelajari ilmu agama dengan kefahaman sendiri tanpa guru. Beliau mempertahankan hujjahnya yang mengatakan betapa perlunya guru di dalam mendalami dan memahami sesuatu ilmu itu.

Imam Syatibi juga mengatakan bahawa para ulama telah berkata:
Sesungguhnya ilmu itu berada di dada-dada guru, kemudian dipindahkan /di mangkulkan ilmu tersebut ke dalam kitab. Maka kunci bagi ilmu tersebut tetap berada di tangan para guru.
Sabda Rasulullah SAW bermaksud:
Sesungguhnya Allah Taala tidak mencabut ilmu dengan menghilangkan ilmu daripada manusia akan tetapi Allah Taala mencabut ilmu dengan mematikan para ulama.
(lihat Riwayat al-Bukhari, Muslim dan al-Tirmizi).


Menurut Imam Syatibi lagi, hadis ini bertindak sebagai hujjah bahawa guru adalah kunci bagi ilmu dan keperluan mempelajari ilmu daripada dada-dada guru. Selain itu juga, bagi pelajar yang tidak faham sesuatu perkara yang dipelajarinya, mereka boleh terus bertanya kepada guru/ulama untuk mendapatkan penjelasan sehingga terang semuanya. Sedangkan bagi yang belajar tanpa guru/mangkul, kefahaman mereka amat terbatas berdasarkan buku yang ada di hadapan mereka semata-mata. Boleh jadi kefahaman mereka itu betul dan besar kemungkinan juga kefahaman mereka itu salah.
Sabda Rasulullah SAW bermaksud:
Ilmu itu seperti gudang dan kuncinya adalah bertanya. Maka hendaklah kamu sering bertanya semoga kamu diberikan rahmat oleh Allah Taala. Maka sesungguhnya dari satu pertanyaan itu diberikan pahala akan empat orang. Pertamanya orang yang bertanya. Keduanya guru yang menjawab. Ketiganya orang yang mendengar jawapan itu. Keempatnya orang yang cinta kepada mereka.
(LIHAT RIWAYAT ABU NUAIM).
  Untuk lebih jelasnya lihat hadist hadist kutubuhsitah dan lainnya mana hadist shahih dan mana hadist tidak layak di konsumsi serta lihat para pensyarah pensyarahnnyanya dan jugak bagai mana pandangan pandangan di kalangan para mazhab, seperti mazhab  imam maliki,safi I,hanafi,hambali mereka semua melarang mengamalkan tampa musnad mutasil.kemudian kita tentunya biasa merujuk mereka, dan jangan sampai agama ini merujuk pada hasil rok yunya sendiri atau pendapat akalnya sendiri bahkan hanya dengan angan-angan belaka sehingga agama tidak sesuwai asalya yaitu al qur an dan al hadist yang murni dengan bersanad yang bersambung.



"Al Qodhi mengatakan: Orang yang berilmu dimisalkan dengan bulan dan ahli ibadah dimisalkan dengan bintang karena kesempurnaan ibadah dan cahayanya tidaklah muncul dari ahli ibadah. Sedangkan cahaya orang yang berilmu berpengaruh pada yang lainnya"
(Tuhfatul Ahwadzi, 7/376)

Imam Ibn Abi Hatim Al-Razi meriwayatkan dengan sanadnya kepada Abdullah bin 'Aun bahawasanya beliau berkata:
  Maksudnya:”Tidak boleh diambil ilmu ini (ilmu hadist  dan ilmu agama) melainkan daripada orang yang telah diakui pernah menuntut sebelum itu (pernah meriwayatkan ilmu dari gurunya secara bersanad juga)”. [LIHAT AL-JARH WA AT-TA'DIL 1/ 28]
Umar bin Abdil Aziz mengatakan:  
Barangsiapa beribadah pada Allah tanpa ilmu, maka kerusakan yang ditimbulkan lebih besar daripada perbaikan yang dilakukan."
(LIHAT AL AMRU BIL MARUF, IBNU TAIMIYAH, 15)


SUMBER KITAB2 RUJUKAN ANTARANYA
  • Al-qur,an tafsir ibnu kasir,
  • tafsir at-tobari,
  • tafsir jalalen,
  • tafsir al-qozim,
  • tafsir ibnu abas ra,
  • tafsir al-qurtubi, dll.
  • -shahih al-bukhori rujukannya/syarahnya fathul al-bahri, irsadu al-asari,al-qirmanni,umdatul al-qori
  • -shahih muslim rujukannya syarah an-nawawi
  • -sunan abi dawud rujukannya au,nul ma,bud,al-mahhalu al-adzubu
  • -sunan at-tirmizi rujukannya tuhfatu al-ahwazdi,aridlotu al-ahwazdi
  • -sunan an-nasa’i kitab rujukannya syarah as-sayuti a-sindi,misbahu
  • -sunan ibnu majjah rujukannya hasyiyatu al-sindi, al-zujajah,kifayatu al-hayati
  • -muwattho rujukannya tawiru al-hawalik,auzajul massalik,al-jarqoni.al-mutaqo
  • dll